Landung Simatupang

Landung Simatupang

Seniman Teater


Nama : Yohanes Rusyanto Landung Laksono Simatuandung Simatupang

Lahir : Yogyakarta, 25 November 1951

Pendidikan :
SR Santo Yusup, (Yogyakarta),
SMP Pangudi Luhur (Yogyakarta),
SMA Kolese De Britto Jurusan Budaya (Yogyakarta),
Fakultas Sastra Inggris
Universitas Gadjah Mada

Pencapaian :
Juara I Putra Lomba Deklamasi se-Yogyakarta (1971),
Juara I Penulisan Puisi se-Yogyakarta (1979),
Juara III Sayembara Penulisan Drama Bakom PKB DKI Jakarta (1981)

Filmografi :
Sang Pemimpi (2009),
Rindu Purnama (2010),
Cewek saweran (2011),
Sang Penari (2011),
Ambilkan Bulanbu (2012),
Optatissimus (2013),
Jokowi (2013),
Negeri Tanpa Telinga (2014),
Surga Yang Tak Dirindukan (2015),
Jenderal Soedirman (2015)

Karya Buku :
Buku Kumpulan Puisi Asap dan Angin (1986),
Buku Kumpulan Puisi Sambil Jalan (1999)

Seniman Teater
Landung Simatupang


Ia adalah seorang aktor dan sutradara teater yang berdomisili di Yogyakarta. Sejak lama alumnus Jurusan Inggris Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada ini mengembangkan kegiatannya dari sana. Pada awalnya ia tergabung dalam Teater Gadjah Mada, kemudian STEMKA, antara tahun 1974 sampai 1988. Dikenal sebagai aktor dan sutradara teater yang kerap kali berkolaborasi dengan berbagai kelompok teater dan sutradara.

Bersama Teater STEMKA dalam lakon Hai Yang Di Luar Itu (1972) karya William Saroyan, menyutradarai Monolog Matinya Seorang Pejuang, A Tribute to Munir (2004/2005). Bersama Yudi Ahmad Tajuddin, ia menyutradarai Teater Garasi untuk pementasan End Game karya Samuel Beckkett, yang dimainkan berkeliling di Yogyakarta, Bandung, Surabaya, dan Jakarta pada (1999-2000). Dengan berbagai kelompok Teater, Landung telah menyutradarai dan memainkan naskah-naskah Indonesia maupun asing, meliputi karya Emanuel Robbies, Ugo Betti, Arifin C. Noor, Alexander Dumas, Moliere, William Saroyan, Motinggo Busye, Wisran Hadi, Anton Chekov, Hella S. Haasse, Christopher Fly, Federico Garcia Lorca, Eugene Lonesco maupun T.S. Eliot. Pengalamannya diperkaya ketika bekerja bersama Black Swan Theater Company, Perth, Australia Barat, sebagai aktor dan penerjemah teks (Jawa-Inggris) pada pementasan lakon The Year of Living Dangerously yang disutradarai Andrew Ross untuk Festival of Perth 1999.




Opera 3 Babak Tan Malaka (2011)

Sebagai aktor teater, ia pernah tampil di banyak pementasan dengan peran yang beragam, misalnya dalam Lautan Bernyanyi karya Putu Wijaya (1973), Menunggu Godot karya Samuel Becket (1984), Mengapa Kau Culik Anak Kami karya Seno Gumira Ajidarma (2001) dan terakhir tampil dalam pementesan Opera 3 Babak Tan Malaka di Graha Bhakti Budaya, TIM, 22-23 April 2011 lalu.


Kemampuannnya sebagai aktor dimanfaatkan dengan baik untuik pembacaan cerita pendek, dan Landung menjadi salah satu pembaca terbaik bidang ini. Diilhami oleh keberhasilan Chairul Umam membawakan Kimono Biru untuk Istri karya Umar Kayam, ia menjadi yakin atas kemungkinan pembacaan publik untuk cerpen maupun fragmen novel Dewi Lestari, Ayu Utami, Seno Gumira Ajidarma, Y.B. Mangunwijaya, Umar Kayam dan Khalil Gibran. Kemudian, bahkan esai pun digebernya pula, seperti karya-karya Sindhunata. Untuk semua pembacaan itu, Landung mendapat sambutan yang baik.

Keahliannya dalam berbahasa Inggris dimanfaatkan sebagai penerjemah, dan mengajar bahasa Inggris di berbagai sekolah, yang kemudian menggembangkannya pula sebagai editor dan peneliti. Pernah mengajar di Fakultas Sastra UGM jurusan Inggris dan menjadi asisten publikasi Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan UGM, asisten peneliti Lembaga Pengkajian Kebudayaan UGM, dan peneliti Seksi Monitoring Sosial Yayasan Dian Desa.

Ia juga tercatat sebagai penyair yang baik, kumpulan puisinya Sambil jalan diterbitkan Yayasan untuk Indonesia atas bantuan Yayasan Adikarya IKAPI dan Ford Foundation tahun 1999. Pernah menulis puisi, buku-buku kumpulan puisinya adalah ‘Asap dan Angin’ (1986) dan ‘Sambil Jalan’(1999)


sumber : https://m2indonesia.com/tokoh/sastrawan/landung-simatupang.htm
Read More
 Metrini Simatupang

Metrini Simatupang

  Perkenalkan Ulos di New York Fashion Week




Berawal dari gaun yang dikenakan oleh wakil Indonesia pada ajang pemilihan Miss Grand International, Metrini Simatupang semakin bertekad mengusung budaya Tapanuli dalam busana-busana rancangannya. Label "Batax", yang tampil dalam NYFW tahun ini, membidik pangsa generasi Milenial Amerika





“Semua perancang desainer kalau ditanya, New York itu impian jadi nyata. Kemudian model-modelnya juga kooperatif," kata Metrini Simatupang.

Ya, ajang New York Fashion Week mendapatkan sentuhan Indonesia berkat label “Batax” karya desainer Indonesia, Metrini Simatupang.

"Artinya mereka bukan hanya membawakan baju, tetapi saya juga memperkenalkan budaya Indonesia. Saya memberitahu mereka batik itu asalnya dari mana, ulos itu dari mana,” ujar Metrini lagi.

Katherine Calumna, salah satu model yang berjalan di peragaan busana “Batax,” juga punya kesan tersendiri atas busana karya Metrini.

“Saya senang baju ini, dan bahkan saya tidak sadar kalau ada belahan di sini. Baju ini glamor dan produk rumahan,” kata Katherine.






Sebelum dipamerkan di New York Fashion Week, baju rancangan Metrini menjadi pemenang dalam ajang Miss Grand International di Las Vegas.

Walaupun tidak memiliki pendidikan formal di bidang fashion, sejak kecil Metrini sudah terpesona oleh dunia jahit menjahit karena ibunya selalu membuatkan baju untuknya.





Darah Batak Metrini juga menjadi ilham dan ciri khas karya busananya.

“Batak itu identitas aku, aku ini dari suku Batak, originally dari Sumatra Utara. Jadi, dengan menggunakan nama Batak, saya berbicara tentang diri saya sendiri, tidak bicara tentang orang lain," tegas dia.


"Jadi itu autentik, di pasar AS menjadi signifikan dan ciri khas yang membedakan saya dengan produk dan desainer lain,” ujar dia lagi.



Metrini hijrah ke AS pada tahun 2009. Setelah mengikuti sejumlah kursus fashion, ia memutuskan untuk memilih karir sebagai desainer.

Ia memibidik segmen pembeli yang memang berpotensi membeli baju rancangannya.

“Untuk penutup, tema saya ‘Meet the Millennials’ yang identik dengan orang-orang yang mempunyai wawasan lebih dari generasi sebelumnya," kata dia.

"Artinya mereka lebih suka untuk mengetahui budaya lain,” imbuh Metrini.

Di bawah naungan unit usaha “Batax,” Metrini juga punya usaha produk dekorasi rumah dari kayu yang ia rancang sendiri.


Ia juga membuat produk perhiasan yang dijual di sebuah kedai kopi, dan dipasarkan secara online.

“Penjualannya sangat sukses," kata Kirk Hansen, pemilik kedai kopi Old City Market and Oven.




"Banyak orang datang dan mengagumi dan ada yang membeli. Juga menjadi kesempatan untuk berbicara tentang Indonesia dengan orang-orang yang ke sini," sambung Hansen.

Setelah New York Fashion Week, Mertini memamerkan karyanya di Washington, DC Fashion Week.

Metrini berharap suatu hari nanti bisa membuka butik yang menjual busana rancangannya di Kota New York.
sumber : www.voaindonesia.com
             kompas.com
Read More
Sihar Ramses Sakti Simatupang

Sihar Ramses Sakti Simatupang

Darah Seniman

Sihar Ramses Sakti Simatupang (dikenal dengan nama Sihar Ramses Simatupang, lahir di Jakarta, 1 Oktober 1974; umur 41 tahun) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia yang berprofesi sebagai redaktur budaya di harian Sinar Harapan. Namanya dikenal melalui karya-karyanya berupa puisi, esai sastra, dan cerita pendek yang dipublikasikan ke berbagai media massa. Sihar Ramses telah menerbitkan beberapa antologi puisi, baik karya tunggal maupun karya bersama.
Read More
Iwan Martua Dongan Simatupang

Iwan Martua Dongan Simatupang


Seniman Pejuang

Iwan Martua Dongan Simatupang, lebih umum dikenal sebagai ""Iwan Simatupang"" (lahir di Sibolga, 18 Januari 1928 – meninggal di Jakarta, 4 Agustus 1970 pada umur 42 tahun) adalah seorang novelis, penyair, dan esais Indonesia. Ia belajar diHBS di Medan, lalu melanjutkan ke sekolah kedokteran (NIAS) di Surabaya tapi tidak selesai. Kemudian belajar antropologi di Universitas Leiden (1954-56), drama di Amsterdam, dan filsafat di Universitas Sorbonne, Paris, Perancis pada Prof. Jean Wahl pada 1958 Ia pernah menjadi Komandan Pasukan TRIP dan ditangkap pada penyerangan kedua polisi Belanda di Sumatera Utara (1949); setelah bebas, ia melanjutkan sekolahnya sehingga lulus SMA di Medan. Ia pernah menjadi guru SMA di Surabaya, redaktur Siasat, dan terakhir redaktur Warta Harian (1966-1970).. Tulisan-tulisannya dimuat di majalah Siasat dan Mimbar Indonesia mulai tahun 1952.

Read More